Kajari Diminta Keluarkan Pengusaha Properti Jalan Tarutung
Pengacara asal Jakarta, Alofsen Marbun SH meminta Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Rudi Pamenan SH.MH untuk mengeluarkan kliennya seorang pengusaha perumahan Jalan Tarutung kota itu dari tahanan kejaksaan. Penahanan terhadap kliennya itu disebut akibat penyidikan tidak profesional yang dilakukan jaksa dan polisi, dimana perkara perdata dipaksakan jadi pidana.
Menanggapi wartawan di Pematangsiantar, Sabtu (16/11/2013) kemarin, Alofsen Marbun mengatakan, permohonan agar kliennya inisial HPS.SE dikeluarkan dari tahanan jaksa, sudah disampaikan secara resmi melalui surat permohonan penangguhan penahanan No.45-P/AM-XI/2013 tanggal 15 Nopember 2013. Surat itu dijukan kepada Kajari Pematangsiantar, ditembuskan ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Utara (Sumut).
Permohonan penangguhan penahanan yang disampaikan hari Jumat (15/11/2013) itu merupakan surat permohonan penangguhan penahanan yang kedua. Surat permohonan penangguhan pertama No.43-P/AM-XI/2013 tanggal 12 Nopember 2013.
“Karena surat permohonan pertama kita tidak dikabulkan jaksa, kita ajukan lagi permohonan kedua. Tapi, surat permohonan yang kedua ini Kajari Pematangsiantar malah mengatakan, akan ditangguhkan kalau sudah ada perdamaian antara pelapor dengan klien kita selaku terlapor. Itu katanya hari Jumat menjawab saya dari telepon,” jelas Alofsen.
Jawaban Kajari Pematangsiantar ini dinilai Alofsen tidak wajar secara hukum. Sekan-akan jawaban Kajari itu memperbolehkan kasus pidana didamaikan.
“Yang kita mohon adalah penangguhan. Pemerhonan penangguhan kan bukan barang haram dan diperbolehkan secara hukum?. Selain itu, jaminannya akan kita penuhi sesuai permintaan hukum. Kok jawabannya malah akan ditangguhkan kalau sudah ada perdamaian. Memangnya pidana boleh didamaikan. Ada-ada saja,” katanya nada kesal.
Terkait kasus yang dihadapi kliennya, HPS.SE, pengacara itu menduga kasus itu dipaksakan. Hal ini katanya diketahui setelah mempelajari berkas dan barang bukti yang dipergunakan penyidik Polres Pematangsiantar.
Antara lain, adanya bukti surat berupa kuitansi. Dimana setelah diteliti, bukti kuitansi yang dijadikan barang bukti oleh pelapor Theresia br.Lumbangaol diduga telah dipalsukan. Selanjutnya, bukti surat yang diduga palsu itu dilaporkan Harpenas Sitorus ke Polda Sumut dan sekarang.
“Klien kita menduga bukti kuitansi untuk panjar rumah itu diduga palsu, dan sudah dilaporkan klien kita ke Polda Sumut. Bukti kuitansi asli juga dilampirkan sebagai pembanding. Sekarang masih dalam proses menunggu hasilnya dari labkrim forensi Mabes Polri di Polda Sumut,” katanya.
Kuasa hukum itu mengatakan, setelah semuai dimintan keterangan, agar dibuat gelar perkara yang melibatkan Polres Pematangsiantar, pelapor, terlapor dan dari Mabes Polri. Agar dievaluasi layak tidaknya kasus ini ditindaklanjuti,” kata Alofsen.
Kejanggalan kuitansi yang terindikasi palsu itu, sebut Alofsen. Ada penanmbahan tanda tangan, dua tanda tangan saksi dan satu tanda tangan pelapor. Kedua saksi itu namanya tercatat Berliana dan Reinhart Sihombing. Padahal di lembar kuitansi asli, tidak ada tanda tangan pelapor dan kedua saksi itu.
Selain adanya dugaan bukti surat palsu yang salahsatunya dijadikan dasar menjerat kliennya sebagai tersangka, Alofsen Marbun mengatakan, penyidikan yang dilakukan petugas Polres Pematangsiantar tidak profesional.
Soal ketidak profesionalan penyidik Polres Pematangsiantar itu, sebut Alofsen, dibutikan adanya surat dari penyidik Propam Polda Sumut tanggal 4 Nopember 2013 ditujukan kepada klien kita, yang isinya salah satu menjelaskan, penyidikkan yang dilakukan dalam kasus itu tidak profesional.
Bahkan, masih dalam surat Propam itu menjelaskan lagi, pihak Propam Polda Sumut akan memanggil penyidiknya untuk dihadapkan disidang etik atau disiplin.
“Surat dari Propam yang kita terima itu, karena dalam permasalahan ini klien kita telah melaporkanya ke Propam Polda Sumut. Itulah jawaban penyidik Propam, sesuai isi suratnya mengatakan bahwa penyidik Polres Pematangsiantar yang memeriksa klien kita, cara kerjanya tidak profesional,” ujar Alofsen.
Sementara, Kajari Pematangsiantar, Rudi Pamenan yang dihubungi wartawan, Jumat (15/11) terkait permohonan penangguhan itu, tidak berhasil dijumpai, seorang pegawai mengatakan, sedang ke Medan.
Pantauan wartawan, Jumat (15/11), seluruh ruang kerja kantor penegak hukum itu nyaris kosong. Termasuk ruang Pidana Umum, Pidana Khusus, ruang Intel dan Kasubbagbin semuanya nyaris tak berpenghuni. “Semua sedang keluar pak. Kalau hari Jumat biasanya olah raga,” ujar seorang pegawai sekira pukul 10.30 Wib
Sumber : Link
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap comment yang berbau SARA automatic deleted, Berkomentar lah yang sopan dan bijaksana. Cipatakan kondisi harmonis, sosialis, Jangan sampai ada kudeta harmonisasi yang berujung kepada statusisasi :P